Sabtu, 08 November 2008

(Ghazwul Fikri)

Seorang wanita berjilbab rapi tampak sedang bersemangat mengajarkan sesuatu kepada murid-muridnya. Ia duduk menghadap murid-muridnya. Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada penghapus. Sang guru berkata, “Saya punya permainan… Caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada penghapus. Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah Kapur!”, jikasaya angkat penghapus ini, maka berserulah “Penghapus!”.
Murid-muridnya pun mengerti dan mengikuti. Sang guru berganti-gantian mengangkat antara kanan dan kiri tangannya, semakin lama semakin cepat. Beberapa saat kemu dian sang guru kembali berkata, “Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka berserulah “Penghapus!”, jika saya angkat penghapus, maka katakanlah “Kapur!”.

Dan dijalankanlah adegan seperti tadi, tentu saja murid-murid kerepotan dan kelabakan, dan sangat sulit untuk merubahnya. Namun lambat laun, mereka bisa beradaptasi dan tidak lagi sulit. Selang beberapa saat, permainan berhenti. Sang guru tersenyum kepada murid-muridnya. “Anak-anak, begitulah kita ummat Islam. Mulanya yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Kita begitu jelas membedakannya. Namun kemudian, musuh-musuh kita memaksakan kepada kita lewat berbagai cara, untuk membalik sesuatu, dari yang haq menjadi bathil, dan sebaliknya. Pertama-tama mung kin akan sulit bagi kita menerima hal tersebut, tapi karena terus disosialisasikan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kalian terbiasa dengan hal itu. Dan kalian mulai mengikutinya.
“Musuh-musuh kalian tidak pernah berhenti membalik nilai. Pacaran tidak lagi sesuatu yang tabu, zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian mini menjadi hal yang lumrah, sex before married menjadi suatu hiburan, materialistis dan permisive kini menjadi suatu gaya hidup pilihan, tawuran menjadi trend pemuda… dan lain-lain.” Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disadari, kalian sedikit demi sedikit menerimanya. Paham?” tanya Ibu Guru kepada murid-muridnya. “Paham buu…”

“Baik permainan kedua…” begitu Bu Guru melanjutkan. “Bu Guru punya Qur’an, Ibu letakkan di tengah karpet. Nah, sekarang kalian berdiri di luar karpet. “Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur’an yang ada di tengah tanpa menginjak karpet?”
Nah, nah, nah. Murid-muridnya berpikir keras. Ada yang punya alternatif dengan tongkat, dan lain-lain. Akhirnya Sang Guru memberikan jalan keluar, ia gulung karpetnya, dan ia ambil Qur’annya. Ia memenuhi syarat, tidak menginjak karpet.
“Anak-anak, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya… Musuh-musuh Islam tidak akan menginjak-injak kalian dengan terang-terangan… Karena tentu kalian akan menolaknya mentah mentah. Premanpun tak akan rela kalau Islam dihina di hadapan mereka. Tapi mereka akan menggulung kalian perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kalian tidak sadar.”
“Jika seseorang ingin membangun rumah yang kuat, maka dibangunnyalah pondasi yang kuat. Begitulah Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau membongkar pondasinya dulu, tentu saja hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dulu, kursi dipindahkan dulu, lemari disingkirkan dulu satu persatu, baru rumah dihancurkan…”
“Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kita. Ia tidak akan menghantam terang terangan, tapi ia akan perlahan-lahan mencopot kalian. Mulai dari perangai kalian, cara hidup kalian, model pakaian kalian, dan lain-lain, sehingga meskipun kalian muslim, tapi kalian telah meninggalkan ajaran Islam dan mengikuti cara yang mereka… Dan itulah yang mereka inginkan.”
“Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri (invasi pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh musuh kalian… Paham anak-anak?” “Paham buu!”
“Kenapa mereka tidak berani terang-terangan menginjak-injak Islam, Bu?” tanya seorang murid. “Sesungguhnya dahulu mereka terang-terangan menyerang, semisal Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tapi sekarang tidak lagi.”
“Begitulah Islam, Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar, akhirnya ambruk. Tapi kalau diserang serentak terang-terangan, mereka akan bangkit serentak, baru mereka akan sadar.” Kalau saja ummat Islam di Ambon tidak diserang, mungkin umat Islam akan lengah terhadap sesuatu yang sebenarnya selalu mengincar mereka. Paham anak-anak?” “Paham Buu..”

“Kalau begitu, kita selesaikan pelajaran kita kali ini, dan mari kita berdoa dahulu sebelum pulang…” Matahari bersinar terik tatkala anak-anak itu keluar meninggalkan tempat belajar mereka dengan pikiran masing-masing di kepalanya.

2 komentar:

novriyaldi mengatakan...

Assalamu'alaikum,
permisi ambo baliak numpang lewat di blog mandan. skaligus ngasih komentar .

Ceritanya bagus, baik sekali kalau mandan bisa mengembangkannnya menjadi sebuah cerita untuk pendidikan hari ini.

Tapi saya kurang sependapat kalau dikatakan non muslim begitu licik meruntuhkan sendi2 agama umat, sementara kita tidak melihat pula kesalahan umat Islam hari ini yang sangat mengabaikan straregi dalam membentengi diri.

Sebenarnya tanpa misionaris (non Muslim), Umat Islam akan menanggalkan sendiri asesoris agamanya yang Haq dengan senang hati, disebabkan kebanyakan Umat Islam kurang menyadari betapa pentingnya pendidikan, terutama pemahaman agama Islam yang merujuk kepada Al-Quran dan Sunnah (Jalan Hidup Yang ditempuh Rasulullah SAW) dan Ulama tempoe doloe.

Kalaupun ada pesantren yang tersebar di berbagai daerah, kebanyakan dari pesantren tersebut pendidikannya lebih kepada orientasi intelektual " itupun banyak yang gagal melahirkan intelektual Muslim dari rahimnya", sementara moral dan spiritual terabaikan begitu saja. apalagi sekolah-sekolah yang bukan berbasis agama. tentu lebih gagal lagi.

Kita sudah saatnya berkaca melihat kesalahan sendiri dan itu saya anggap lebih baik dari pada kita teruuuuuus menerus menyalahkan orang lain, sementara kita sebenarnya punya kesalahan besar terhadap agama kita sendiri. Non Muslim punya Haq (diberikan Allah Haq) untuk menjalankan misi mereka. sedangkan umat Islam punya kewajiban mengenal Islam secara kaffah dan berilmu dengan baik agar selamat dunia dan Akhirat. bukankah begitu ndan? (baca tafsiran Surat al-Alaq ayat 1 [dalam ayat tersebut dijelaskan betapa pentingnya ilmu pengetahuan]).

Apabila non Muslim berhasil menggelincirkan Umat Islam dari agamanya, itu berarti Umat Islam dalam keadaan bodoh pemahaman dan keagamaannya. bukan karena kuatnya non Muslim dalam menjalani misinya.
hal ini yang tidak banyak disadari oleh kebanyakan orang-orang Islam.

Semoga kita dapatkan solusi cerdas dalam menyikapi semua keresahan umat tersebut.



o y ndan, ba kaba urang rumah? saran ambo; jan sampai manyalahi konsep mandan. heheheheehe... bcanda kok ndan jan berang lo.... cuman untuak kito inok manuangi.. ba gaati mandan?? hehehe

Assalamu'alaikum Wr Wb

novriyaldi mengatakan...

Assalamu'alaikum wrwb

hallo ndan...ba kaba kini??

Ba ndak mangarayok mandan lai??
tasingguang lo mandan dek wak ndak??
sorry ndan, ambo ndak bamungkasuik manyingguang mandan do.

caro ambo se nan kurang masuak kali,

o yo ndan.. ba kaba bisnis kini?? lai lancar se??

mudah2an lai lincia se rasaki ka mandan yo.. amin ya Allah..




Assalamu'alaikum Wr wb

"Pengemar"